Kamis, 02 April 2009

Analogi

Menjelaskan sebuah persoalan kepada masyarakat terkadang tidak semudah memahami sebuah teori (padahal memahami teori saja terkadang sudah cukup kesulitan!). Seperti saat sebuah selebaran palsu berlogo PKS beredar di kecamatan Bener, betapa sulitnya menjelaskan kepada masyarakat bahwa selebaran itu adalah bentuk fitnah yang dimaksudkan agar PKS tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Selebaran tandingan (bayanat) sudah disebarkan, namun sebagian masyarakat sudah terlanjur apatis. Kerap ditemui copy-an selebaran asli dari Dewan Syariah itu sudah berwujud kertas tersobek-sobek. Penjelasan secara personal pun seringkali dilakukan, namun tetap saja ada suara-sura miring di belakang. Dengan berat hati, akhirnya DPD PKS Purworejo membawa masalah ini ke pihak berwajib. Bukan untuk memusuhi saudara seiman, tetapi untuk membuat efek jera kepada para pelaku fitnah agar tidak leluasa dalam menyebar kedustaannya.
Bersamaan dengan proses hukum yang dilakukan, terlintas suatu analogi yang bisa membantu memahamkan masyarakat tentang fitnah yang menimpa PKS itu. Seperti ini :
Ada beberapa perusahaan rokok yang bersaing memperebutkan pelanggan. Misalnya saja rokok “Merah”, rokok “Biru”, “Hijau”, dan “Kuning”. Nah, ternyata ada perusahaan rokok baru bermerek “putih” yang berkembang dengan cukup pesat. Perkembangan rokok “putih” tadi bisa mengakibatkan berkurangnya pangsa pasar rokok yang lainnya. Nah, karena takut kalah bersaing, ada salah satu perusahaan rokok yang berbuat curang. Caranya, perusahaan itu membuat rokok bermerek “putih” namun dengan kualitas tembakau yang ‘ecek-ecek’, dengan tujuan agar rokok “putih” ditinggalkan oleh pelanggannya. Apakah perusahaan rokok “putih” akan diam saja? Tentu saja tidak! Mereka akan melapor kepada pihak berwajib tentang perbuatan makar yang dilakukan oleh salah satu pesaingnya. Pihak berwajibpun akan segera tahu siapa pelakunya diantara “Merah”, “Biru”, “Hijau”, dan “Kuning” berdasarkan bukti-bukti yang telah ada—lalu menjebloskannya ke dalam penjara.


[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 31 Maret 2009

Kampenye Tertutup PKS Menjelang Hari Tenang

Sedikitnya 10 rangkaian kegiatan akan dilaksanakan Partai Keadilan Sejahtera di Daerah Pemilihan (Dapil) IV Kabupaten Purworejo hingga menjelang masa tenang tanggal 5 April 2009. Kegiatan itu dilaksanakan tersebar di beberapa desa di kecamatan Bener, Gebang, dan Loano. Rangkaian kegiatan tersebut dimulai pada haru Sabtu siang (28/3), dengan diadakannya bhakti sosial layanan kesehatan (yankes) kepada masyarakat desa Limbangan, Kecamatan Bener.

Pada Ahad pagi (29/3), yankes juga dilaksanakan di desa Kalisemo, Loano. Siang harinya, tim kesehatan berpindah menuju desa Sendangsari, Kecamatan Bener. Yankes juga akan dilakukan di desa Wadas pada hari Senin (30/3), Desa Winonglor (Gebang) hari Selasa (31/3), Desa Mudalrejo (Loano) pada hari Rabu (1/4), Desa Winong Kidul (Gebang) pada hari Jumat (3/4), Lugosobo (Gebang) pada hari Sabtu (4/4), serta desa Kroyo Lor (Gebang) pada Ahad pagi (5/4) dan Desa Gebang pada siang harinya. Selain layanan medis, bhakti sosial ini biasanya juga menghadirkan tim bekam (pengobatan islami) dan ruqyah (pengobatan dengan pembacaan ayat-ayat al Qur’an).
Selain rangkaian bhakti sosial, rencananya PKS juga akan menggelar kegiatan Direct Selling kepada masyarakat desa Kaliboto pada hari Kamis (2/4). Menurut koordinator pemenangan pemilu PKS untuk wilayah Dapil IV, Dwinanto S.E., seluruh rangkaian kegiatan ini bukan termasuk dalam kategori pelanggaran jadwal kampanye. Menurutnya, jadwal kampanye yang telah dikeluarkan KPU adalah jadwal kampanye yang bersifat terbuka seperti rapat umum dan pengerahan masa. Sehingga semua kegiatan yang bersifat tertutup boleh dilakukan hingga sebelum hari tenang.
Sebelumnya, Sabtu 28/3, jadwal kampanye terbuka PKS diisi dengan kegiatan Direct Selling kepada para pedagang dan pembeli di sekitar pasar Baledono. Melalui kegiatan ini para kader PKS memperkenalkan partai mereka sambil membagi-bagikan profil partai dan caleg yang diusung partai ini. Kegiatan berjalan dengan lancar dan tertib. Bahkan rasia polisi lalulintas yang digelar tidak menjumpai satu pun kader PKS yang melakukan pelanggaran. (gunt)

[+/-] Selengkapnya...

Minggu, 29 Maret 2009

Kisah Lucu Sekaligus Pilu Menjelang Pemilu

Selalu ada pengalaman menarik saat menemani Mas Caleg merajut silaturahmi. Seperti hari ini, kami berdua harus melewati jalan pegunungan tak beraspal menuju pelosok pedesaan yang hampir tak tersentuh angkutan. Yang kutahu, angkutan hanya melewati desa ini dua kali seminggu tepatnya di hari pasaran. Aku tidak biasa ke desa ini kecuali saat lebaran mengantarkan Ibu berkunjung ke mantan atasannya.

Mas Caleg masih setia membawa motor butut yang usianya lebih tua dariku. Mau gimana lagi, motor itulah harta paling berharga yang menghiasi rumah semi permanennya. Ia pun tak marah saat ada orang yang bercelotah bahwa caleg dari PKS adalah caleg yang paling nelangsa. Berbeda dengan partai lain yang saat datang ke desa itu membawa hartop mewah lengkap dengan puluhan pengawalnya. Sedangkan ia hanya membawa sepeda motor hampir bodol bersama diriku yang sama sekali tidak bertampang pengawal. Bahkan mungkin saja orang yang melihat kami berdua berjalan bersama akan mengira bahwa aku lah calegnya.
Tiga hari lagi PKS akan mengadakan Bhakti Sosial di desa itu. Hari ini adalah waktu yang tepat untuk berkoordinasi dengan tuan rumah sebelum pelaksanaan kegiatan. Sebab mulai besok sudak tidak ada waktu lagi untuk keperluan ini. Kami akan disibukkan oleh berbagai kegiatan serupa setiap harinya hingga menjelang hari tenang.
Setelah melewati medan terjal berbatu sambil sesekali bertanya kesana kemari, akhirnya kami sampai ke tempat tujuan: sebuah rumah berada di tepi jalan yang berdekatan dengan kali. Sebuah plang bertuliskan “Dewan Pimpinan Ranting PKS Desa Wadas” terpampang di rumah itu.
Kedatangan kami disambut oleh sapaan santun pemuda berambut gondrong yang ternyata si empunya rumah. Tidak ketinggalan seorang wanita muda tak berjilbab—yang kira-kira berumur 28-an tahun menghampiri kami. Aku harus jujur mengatakan bahwa wanita itu cukup cantik untuk kalangan gadis pegunungan. Kulitnya putih tak seperti kebanyakan wanita petani. Ia pun bersolek serta berpakaian terbuka yang tak lazim diakukan oleh gadis desa.
Aku tak kuasa menolak saat wanita itu tiba-tiba meraih tanganku untuk berjabat tangan. Padahal aku sudah meletakkan tangan didepan dada—sebagai isyarat bahwa aku tidak terbiasa bersalaman dengan wanita. Sempat kudengar ia mengatakan kata-kata laiknya saat lebaran tiba. Perasaan tidak enak muncul saat tiba-tiba wanita itu memuji ketampananku (sebenarnya aku tidak nyaman menuliskan ini, tapi mau gimana lagi??) Sebuah ucapan yang kebanyakan wanita malu untuk mengatakannya.
Aku mulai curiga saat mendengar wanita itu terus menerus berbicara. Orang di sekitarnya tak ada yang melebihi ke-ceriwisannya, termasuk Mas Caleg yang terbiasa berorasi di depan konstituennya. Saat Mas Caleg masuk ke dalam rumah, aku masih berbasa basi dengan salah seorang yang berada di dekatku. Wanita itu mendekatiku, menanyai alamat rumahku, lalu duduk didekatku. Aku pun hanya menjawab seperlunya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, aku pun segera menyusul Mas Caleg masuk ke dalam rumah. Tapi wanita itu terus mengikutiku.
Di dalam rumah, kami tidak langsung membahas persiapan kegiatan. Kami justru membicarakan tentang wanita itu. Ha? Ya, sedikit aneh memang, kami seperti menggunjing orang di depan orang yang digunjingkan. Namun ini tidak masalah, sebab ternyata wanita itu adalah pengidap gangguan jiwa. Dia pun sesekali menanggapi pembicaraan kami meski sama sekali tidak nyambung dengan konteksnya.
Tuan rumah bercerita bahwa wanita itu adalah tetangganya yang mengalami gangguan jiwa sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Dahulunya ia adalah salah satu wanita tersukses di desa ini. Saat kebanyakan wanita desa ikut suami, ia bisa mencari harta sendiri. Saat warga desa belum punya elpiji, wanita itu sudah memiliki. Saat orang di sekitarnya belum punya televisi, ia sudah memiliki. Kisah pilunya bermula saat ia cekcok dengan sang suami di saat kehamilannya yang kedua. Konon beberapa waktu setelah anaknya lahir, ia terjatuh dan tak sadarkan diri dalam waktu yang relatif lama. Begitu sadar, tahu-tahu sudah jiwanya sudah labil. Akhirnya ia diceraikan oleh suaminya. Namun penderitaannya tidak sampai disini saja, sebab saat ia dibawa ke ‘orang pintar’ untuk diobati, ia justru menjadi objek pemuas nafsu oleh seseorang hingga hamil untuk yang ketiga kalinya. Tidak ada yang tahu siapa pelakunya—apakah si orang pintar ataupun sang pengantar.
Kini anak-anaknya tinggal dua karena yang satu telah tiada. Salah satu dari anaknya sudah sekolah. Saat aku disana sempat kudengar teriakan anaknya menggema menyaingi gemericik air sungai. Maaaaaak……. Pulaaaaaaaaaaang!
Wanita itu hanya tertawa dengan komentar sinisnya, sedangkan hatiku teriris, terluka. (gunt).
Bener, 28 Maret 2009

[+/-] Selengkapnya...

PKS Siap didzalimi=siap menang!

Meski sempat memenangkan pemilu di beberapa daerah pemilihan, pada tahun 2004 PKS belum terlalu dikenal oleh masyarakat pedesaan. Itulah mengapa pada saat itu perolehan suara di Kecamatan Bener, Kabupten Purworejo tidak mencukupi untuk memboyong sebuah kursi DPRD. Namun pemilu 2009 ini, PKS telah dikenal oleh masyarakat luas. Dengan iklan-iklan di media cetak atau elektronik, pemberitaan-pemberitaan positif yang selalu muncul menghiasi ruang informasi, masyarakat menjadi tahu; Oh, ternyata ada sebuah partai baru yang ternyata keren abis. PKS pun mulai menampakkan taji-nya.
Sejak masih bernama PK, di Kecamatan Bener sebenarnya sudah ada beberapa kader meski bisa dihitung dengan jari. Hanya saja apa yang dilakukan pada pemilu kali ini sungguh berbeda dengan pemilu sebelumnya. DPC PKS Bener bekerjasama dengan DPC lain yang tergabung dalam Dapil IV Purworejo membuat gebrakan sensasional dengan melakukan ekspansi ke wilayah pedesaan. Sebenarnya tidak terlalu sensasional jika dibandingkan dengan PKS di daerah lain, tapi dibandingkan dengan partai-partai di daerah ini, apa yang dilakukan PKS sungguh berbeda.
Kegiatan PKS Peduli Desa berupa pelayanan kesehatan biasa diadakan di desa-desa yang jauh dari Puskesmas sembari sosialisasi pemilu. Kegiatan semacam ini seringkali membuat heran pihak Panwaslu, sebab beberapa caleg PKS datang pada suatu acara tanpa terlihat adanya persaingan di antara mereka. Bahkan tidak jarang diatara para caleg ini mempromosikan caleg yang lain. Kondisi seperti inilah yang membuat masyarakat menjadi makin simpati. Bahkan sangat mungkin, secara tidak sengaja orang-orang membicarakan PKS di luar forum kampanye, dalam obrolan santai mereka.
Manuver PKS semakin terlihat manakala ratusan saksi dari desa-desa di pelosok kecamatan direkrut dari masyarakat awam, bukan kader. Calon saksi ini telah diberikan pengenalan partai secara singkat—sebelum akhirya menyatakan siap menjadi saksi. Para calon saksi ini pun juga digerakkan menjadi vote gathering bagi PKS.
Masuknya PKS ke desa-desa rupanya membuat beberapa pihak merasa terancam ‘kekuasaannya’. Sudah barang tentu berbagai cara ditempuh agar kekuasaan yang selama ini berada di pundaknya tak goyah oleh ekspansi PKS. Entah karena kehabisan akal atau bagaimana, cara-cara yang tidak ‘jantan’ pun akhirnya dilakukan.
Tidak lama setelah pemasangan atribut PKS, kabar tentang rusak dan hilangnya bendera PKS sudah terdengar. Berita miring tentang PKS pun seringkali muncul di tengah masyarakat desa. PKS pernah diisukan sebagai Partai Kerajaan Saudi dengan dana yang besar—yang sangat berpotensi membumihanguskan segala bentuk ritual keagamaan yang dianggap bid’ah oleh ulama-ulama Saudi. Isu ini muncul setelah PKS membantu salah satu yayasan penyalur bantuan masjid/mushola, menempakan salah satu Desa di Kecamatan Bener sebagai lokasi pembangunan mushola senilai lebih dari 200 juta.
Kabar terakhir—beberapa hari lalu—selebaran gelap beredar di masyarakat. Selebaran itu lebih tepatnya berupa sebuah surat dengan kop DPP PKS, berisi himbauan kepada seluruh kader PKS untuk menghapus ritual-rutual keagaaman yang sudah terlanjur mengakar dimasyarakat, seperti yasinan dan tahlilan. Surat ini diketahui palsu sebab logo partai yang keliru dan tidak adanya tanda tangan di surat itu. Fitnah model kuno yang tidak profesional ini tentu saja tetap berimbas kepada masyarakat, mengingat ada pihak-pihak tertentu yang merasa diuntungkan dengan selebaran itu, berusaha menyebarluaskan kepada masyarakat awam.
Tidak sampai di situ, salah seorang pemuda calon saksi PKS yang tinggal di daerah basis partai lain dipanggil oleh salah satu elit partai lain di desa itu. Belum diketahui apa topik pembicaraan dalam pertemuan itu, namun yang pasti pemuda itu masih komitmen berjuang bersama PKS. Ia pun segera mengkomunikasikan dan siap mengabarkan pembicaraan itu dengan ketua DPC PKS Bener.
Rupanya para elit partai tidak belajar dari sejarah, bahwa pernah ada orang yang didzalimi di negeri ini, yang justru bisa berjaya. Ya, rentetan fitnah yang dialamatkan kepada PKS mungkin sebuah pertanda bahwa kemenangan itu segera tiba.
Bener, 15 Maret 2009

[+/-] Selengkapnya...